Senin, 22 September 2014

Paris-Kuala Lumpur- Jakarta Yogyakarta



Alhamdulillah.. hanya itu yang terus aku ucapkan atas rezeki dari-Nya. Benar-benar diluar perkiraanku , ini untuk kedua kalinya IMIS-ESTHUA fakultas tempatku melanjutkan S3, mensponsori kepergianku ke Indonesia. walaupun kali ini hanya untuk sekali perjalanan pulang ke Indonesia, namun bonus yang didapat bukan hanya perjalanan Paris-Jakarta, tapi juga Jakarta-Yogyakarta-Bali juga ditanggung mereka….alhamdulliallah.
Ini semua tak lepas dari usaha keras Mm. Sylvine, selaku pembimbingku untuk menyakinkan pihak IMIS-ESTHUA, bahwa kehadiranku sebagai Liason Officer dalam kerjasama dengan pihak Indonesia, khususnya  para stakeholder di Yogyakarta, sangat dibutuhkan.
Seminggu sebelum keberangkatan, kepastian tiket baru aku peroleh setelah pihak keuangan ITBS mengirimkan email terkait  e-ticket Malaysia Airlines dan Garuda Indonesia untuk kepulanganku ke Indonesia. Begitupula dengan tiket kereta (TGV) Angers-Charles de Gaulle (CDG), sekali lagi aku mendapat suprised, bagimana tidak selama hampir 3 tahun di Perancis, baru kali ini aku mendapatkan kesempatan tiket TGV kelas 1 .
Kamis, 21 Maret 2014, jam 05.30 aku sudah keluar dari kamar studio 133, Residence Einstein, tempat tinggalku selama ini. udara sejuk (10°C) awal musim semidan langit yang sudah mulai terang menemani perjalanan tram menuju La Gare (Stasiun Kereta). Sesuai dengan tiket yang dikirimkan oleh pihak kampus, TGV tujuan CDG yang pertama 06.45 yang akan aku tumpangi.
Tak lama menunggu di stasiun, muncul M. Violier, Mm. Sylvine dan Mm.   sebenarnya masih ada satu orang lagi delagasi dari ITBS yang akan mengikuti Konfrensi di Bali kali ini, yakni Mm.Gwanelle, namun ia telah terlebih dulu berangkat ke Paris beberapa hari sebelumnya. jadilah kami ber4 yang berangkat dari Angers pagi ini.
06 .40 TGV no 5252 dari Nantes memasuki voie (line) C stasiun St. Laud Angers. Segera kunaikan tas besarku ke voiture (gerbong) 1st , ya gerbong executive class/Class 1. Hanya gerbong no 1 dan 2 saja sisanya kelas 2, namun bagiku tak ada yang berbeda antara kelas 1 dan 2, hanya tempat duduknya yang lebih besar dan lebih luas. Mm Sylvine memangilku untuk duduk bersama dengan mereka, ternyata mereka berada di gerbong no 2, duduk berhadapan dengan pejabat kampus (M. Violier selain sebagai pembimbing utamaku, ia juga Dekan ITBS) agak canggung rasanya. Apalagi sepanjang perjalanan mereka lebih banyak mendiskusikan tentang pekerjaanya dengan Mm   Sylvine dan Mm jadilah aku pendengar yang baik, sesekali mereka menanyakan kepadaku tentang kondisi Indonesia terkini, terutama Yogyakarta dan hal-hal lain terkait rencana kerjasama ITBS dengan UGM. Untungnya sebelum berangkat sudah kusiapkan beberapa informasi tentang Yogyakarta dan sekitarnya, baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa Perancis, paling tidak membantu mereka memahami penjelasanku dalam bahasa Perancis yang masih terbata-bata.
2,5 jam perjalanan Angers-CDG tak terasa, tepat jam 09.11 TGV kami tiba di Stasiun CDG Rossy. Keluar dari stasiun kami langsung menuju terminal I yang letakknya di timur terminal II dimana stasiun TGV berada, dengan menggunakan shuttle train, lolasi counter Malaysia Airlines tidak sulit untuk dicari, dan belum banyak penumpang yang check in. Mm Gwenaelle tiba di counter MH tak lama setelah kami selesai check in.
Karena tadi pagi kami belum sempat sarapan, maka kami putuskan untuk mencari cafĂ© yang tak jauh dari MH Counter. Aku sendiri hanya membeli 1 Croissant dan Coklat Panas, seharga 6,70€ yang harganya cukup mahal untuk kantong mahasiswa sepertiku.
Selesai menikmati sarapan pagi, kami putuskan untuk langsung menuju gate 22 dimana pesawat MH 21 akan diberangkatkan. Suasana ruang tunggu gate 22, sudah penuh dengan penumpang, sebagian dari mereka adalah rombongan orang-orang melayu Malaysia yang baru pulang dari melancong namun jumlah seluruh penumpang tak lebih dari 200an orang, separuh dari kapasitas pesawat Airbus A330 (tipe terbaru yang mampu mengangkut  500-600 penumpang). Mungkin tragedy hilangnya MH 270, beberapa hari yang lalu masih mempengaruhi orang untuk mengunakan maskapai Malaysia Airlines, dan benar saja.. baru beberapa menit kami duduk dalam kabin pesawat yang katanya tipe terbesar saat ini, pramugara pesawat mempersilakan kami  jika ingin pindah ke kursi-kursi yang kosong.
Dengan cepat aku langsung pindah ke barisan bangku di depanku yang masih kosong, lumayan deretan 4 kursi kosong ini bisa membuat tubuhku tidur berbaring selam 19 jam perjalanan nonstop Paris-Kualalumpur. Mm Sylvine sampai kaget melihat gerak cepatku pindah tempat duduk, hingga ia berteriak “ Hi Asep, where are you going? we have work on our paper!! so don’t go away from me….” aku hanya tersenyum dan menjawab “ I just go to next row… and we will work on it, when you’re ready.. benar saja tak lama setelah take off, kulihat Mm Sylvine sudah tertidur, begitu juga dengan rombongan lainnya, hanya M.Violier yang masih sibuk dengan notebook-nya, sepertinya ia sedang mempersiapkan materi presentasinya.
Suasana KL International Airport
Perjalanan Pari-Kualalumpur  selama ±19 jam, cukup menyenangkan Interior pesawat baru ini lebih lengkap dan menarik terutama entertainment channel yang disediakan cukup variatif, sebagian besar film box office terbaru. Hanya satu jam aku dan Mm.Sylvine  sempat berdiskusi tentang materi yang akan kami presentasikan pada seminar di Bali nanti, sisanya sibuk menikmati hiburan di channel entertainment masing-masing.

Sabtu, 22 Maret 2014
Jam 06.30 Pesawat mendarat di Kuala Lumpur International Airport. kami hanya punya waktu 2 jam transit di airport yang cukup sibuk ini. Prioritas utama kami adalah mencari terlebih dahulu Gate.. dimana pesawat berikutnya (MH) akan diberangkatkan dari KL menuju Jakarta. Ternyata Gate tersebut berada di terminal II yang harus ditempuh dengan menggunakan Shuttle Train. Terminal II memang diperuntukkan untuk pesawat-pesawat Malaysia Airlines yang melayani jalur penerbangan regional Asia, dengan jarak tempuh yang tak terlalu jauh (short haul) 1-2 jam, sedang terminal I, untuk rute-rute penerbangan Long Haul, dengan pesawat-pesawat berbadan lebar, tentu saja terminal I lebih besar dan lebih ramai disbanding terminal II.
Memasuki gate ;; kami disodori form beacukai dan keimigrasian Indonesia, cukup merepotkan juga mengisinya, walaupun tak banyak pertanyaan. Menurutku ini sama sekali tidak praktis.. Pesawat MH take off terlambat 15 menit dari jadwal. Pagi ini cukup cerah, pesawat dengan kapasitas ± 200 ini penuh dengan penumpang dari Malaysia yang ingin menghabiskan “week end” di Indonesia, khususnya Jakarta dan Bandung.
Pesawat harus beputar-putar selama 15 menit diatas Jakarta dan sekitarnya, karena menunggu giliran panjang untuk landing di Soekarno-Hatta International Airport. Hmm ini memang menjadi pembicaraan tingkat nasional yang belum ada penyelesaian, kepadatan lalu lintas pesawat di CGK sudah melebihi kemampuannya yang berakibat pada “kebiasaan” telatnya jadwal penerbangan, terutama jalur domestic dari/ke CGK.
Terlambat 30 menit dari jadwal yang sudah aku susun, berimbas pada proses imigrasi dan pengambilan barang, semua jadi molor, untuk menghindari keterlambatan check in pada pesawat GA yang akan membawa kami ke Yogyakarta, dengan setengah panik, kuminta petugas Angkasa Pura untuk membantu kami check in, syukur masih ada waktu 1 jam kami menunggu boarding. Tapi kesempatan untuk bertemu dengan anak-istri yang sudah menunggu di CGK hanya 15 menit saja! tapi tak apalah, yang penting semua berjalan lancar..
Sambil kuperkenalkan istri dan anak-anakku kepada M. Violier dll, aku langsung berpamitan kepada mereka, kulihat muka sedih Audy (anak ke 2) karena hanya bertemu sebentar, tapi kusampaikan kalau “minggu depan ayah sudah kembali ke Jakarta”
Perjalanan Jakarta –Yogyakarta, cukup menegangkan, bagaimana tidak selama 45 menit penerbangan, cuaca sangat tidak bersahabat.. awan putih tebal membuat pesawat terguncang-guncang keras dan yang paling mendebarkan adalah saat landing… rasanya pesawat masih meluncur sangat cepat sedang landasannya tak terlalu panjang, posisiku yang tepat berada disamping sayap bisa melihat jelas bagaimana rem pesawat (disayap) yang naik turun, berusaha untuk memperlabat laju pesawat.

 
Mm.Veronique  Mondeau, M. Violier, and Mm. Gweanelle
Jam 12.30 cuaca kota Yogyakarta sudah sangat panas sekali, membuat Mm. Sylvine dan Mm. Gweanelle segera menganti baju mereka setelah luggage kami ambil di bandara Adisucipto.
Rencana untuk langsung mengunjungi Candi Borobudur kami ubah, mengingat waktu yang sudah cukup siang, Selesai memasukkan tas kedalam mobil, kami menuju Candi Prambanan yang jaraknya ± 10 km dari Bandara.
Cukup sulit untuk mencari guide yang mampu berbahasa Perancis, dari sekian banyak guide yang terdaftar di Information Office, hanya ada 2 orang dan itupun terkadang merangkap juga sebagai guide Indonesia dan Inggris. 15 menit menunggu mereka kembali, namun tak muncul juga, akhirnya kami putuskan untuk mengunjungi Candi Prambanan ini tanpa guide, hanya berbekal brochure berbahasa Perancis yang tersedia di Information Office.
M. Violier sangat antusias sekali melihat candi-candi yang terdapat dikomplek Candi Prambanan ini (Siwa, Wisnu, Brahmana). Bahkan saat kutawarkan untuk melihat candi Roro Mendut yang jaraknya cukup jauh, iapun segera menyetujuinya
 
Berphoto didepan Candi Prambanan
Perjalanan panjang dan melelahkan ini kami akhiri dengan chek in di hotel Phoenix, salah satu heritage hotel di kota Yogyakarta yang dikelolah oleh accor group dengan M Gallery. Kedatangan kami lansung dismabut oleh Thomas, GM hotel yang juga orang Perancis. Dialah yang menawarkan kepada kami untuk tinggal di hotel ini dengan harga special. walaupun dengan harga khusus, tetap saja masih mahal untuk ukuran kantongku, Aku sudah memesan kamar di losmen yang tak jauh dari hotel tersebut.
Dihotel inipula IMIS ESTHUA akan menjamu beberapa stakeholder pariwisata di Yogyakarta (Dinas Pariwisata DI Yogyakarta, Univesitas Gadjah Mada dan PT.Taman Candi Barobudur) untuk makan malam bersama, sekaligus penjajakan kerjasama yang dapat dilakukan oleh IMIS ESTHUA bagi pariwisata di Yogyakarta.
Jam 18.30, belum ada tamu undangan yang muncul, khawatir juga aku… namun Thomas menenangkan bahwa biasanya tamu-tamu pemerintah datang 30-60 menit dari jadwal undangan. Benar saja.. jam 19.00 hampir semua undangan tiba. Alhamdulillah.. tidak sia-sia aku menyusun dan mengundang mereka selama ini.
Suasana Dinner dengan para stakeholder pariwisata Yogyakarta
Pertemuan yang dihadiri oleh pimpinan tiap-tiap lembaga ini cukup berjalan lancar, banyak ide dan kerjasama yang bisa dilakukan oleh UniversitĂ© d’Angers (IMIS ESTHUA) baikdengan pihak Pemda DI Yogyakarta, PT. Taman Candi maupun kepada UGM. Jamuan makan malam berakhir jam 21.30

Minggu, 23 Maret
Pukul 08.30 aku sudah berada di Lobby hotel, tak lama ikut menikmati sarapan di restaurant hotel bersama M. Violier dkk, walaupun aku bukan tamu di hotel tersebut, tapi cuek aja, apalagi para petugas hotel tahu kalau aku menemani tamu-tamu GM mereka.
Rute perjalanan dari pagi hingga malam nanti akan cukup melelahkan, mengunjungi Borobudur, lalu berkunjung ke Gunung Merapi dan terakhir ke Desa Wisata Penting Sari, yang semuanya lumayan jauh dari Kota Yogyakarta. 
M. Violier dan Mm Sylvine menunganggi Gajah di taman Candi Borobudur
Kali ini kami ditemani seorang guide berbahasa Perancis saat mengunjungi Candi Borobudur. Sejak dari candi Prambanan kemarin, Mm Sylvine suda mengingatkanku tentang keinginannya untuk menungaangi Gajah. ini adalah ke-3 kali ia mengunjungi Candi Borobudur dan tiap kali keinginannya untuk naik gajah belum pernah terwujud. Kali ini keinginan tersebut dapat terwujud, bukan hanya Mm Sylvine tapi juga M.Violier dan Mm.. ikut menunganggi Gajah, walaupun hanya berkeliling beberapa ratus meter di kawasan tamn candi, namun mereka terlihat cukup « exiciting » sekali. Aku dan Mm Gweanelle tak ikut naik ke puncak candi Borobudur karena cuaca yang panas sekali dan “cukup” membosankan bagiku..
Berphoto bersama di depan Candi Borobudur
Selesai berkeliling Candi Borobudur, perjalanan kami lanjutkan mnuju Gunung Merapi, setelah sebelumnya kami sempat menikmati makan siang dengan menu tradisional disalah satu restaurant Indonesia.
Desa… yang mengalami kerusakan terparah akibat letusan Gunung Merapi di tahun 2009, dimanan salah satu korban meninggal adalah “Mbah Marijan” yang dianggap sebagai juru kunci Gunung teraktif di Indonesia ini. Kini desa tersebut berubah menjadi desa tujuan wisata utama bagi wisatawan nusantara maupun wisatawan asing yang ingin melihat lebih dekat dampak dari letusan Gunung Merapi. Berbagai aktivitas ditawarkan oleh masyarakat setempat, mulai dari adventure mengendarai Jeep, motor trail hingga ojek motor untuk mendekati puncak Gunug Merapi. Tapi Mm Sylvine dan M. Violier menolak saat kutawarkan untuk menggunakan ojek naik keatas untuk melihat lebih jelas puncak Gunug Merap. Jalan yang menanjak sejauh 1km kami lakukan dengan berjalan kaki.. capek sekali rasanya, tapi buat Mm Sylvine ini suatu tantangan.
Hanya 20 menit kami berada diatas, waktu sudah menunjukkan pukul 15.30, kami harus segera turun untuk melanjutkan perjalanan mengunjungi desa Wisata Penting Sari. Desa wisata ini berada di kaki Gunung Merapi, searah jalan menuju kota Yogyakarta. Mm Sylvine dan M.Violier sangat tertarik akan manajemen desa wisata ini yang mampu menerapkan sustainable tourism. Mengelilingi desa penting Sari dengan dipandu oleh bapak … membuat delegasi IMIS ESTHUA lebih memahami pengembangan pariwisata yang melibatkan peran serta masyarakat sekitar (CBT)

Besyukur disaat harus menunggu...BEASISWA



Alhamdulillah, hanya itu yang bisa aku ucapkan, ya… hari ini aku kembali mendapatkan bantuan makanan berupa sayur-sayuran dan buah-buahan dari pemda setempat melalui program « legumes pour tous ». memang bantuan itu tidak gratis, aku harus mengantinya dengan uang 2.60€, namun jika aku harus membeli paket tersebut di supermarket aku harus mengeluarkan minimal 10€.

Disaat-saat beasiswa yang entah kapan datangnya.. bantuan  seperti ini sangat menyenangkan hati, ya paling tidak untuk seminggu kedepan aku tak perlu beli sayur-mayur dan buah-buahan, paling hanya beras dan telur yang harus dibeli…

Disaat-saat seperti ini, rasa syukur juga terucap, ada hikmah juga terpisah jauh dengan keluarga. Seandainya anak dan istri, ada disini tak sanggup aku membayangkannya.. hidup sendiri saja sudah harus super hemat…biarlah kunikmati ini semua sebagai cerita perjalanan hidup.

Menunggu dan menunggu datangnya berita baik dari para petugas yang menangani beasiswa cukup melelahkan dan « gregetan », entah karena dananya yang tak siap atau administrasi yang kacau. berbulan-bulan sudah, berbagai dokumen diminta untuk melengkapi dokumen-dokumen yang sudah kesekian kalinya dikirimkan. Indonesia oh Indonesia……

Nasib anak bangsa di negara orang ini, mungkin tak menjadi pikiran mereka.. padahal beberapa pimpinan yang menduduki jabatan di posisi tersebut, pernah juga merasakan hal yang sama…, masih ingat saat bertemu dengan salah satu pejabat ditempat itu… “saya dulu juga begitu, sering terlambat datangnya.. bahkan lebih lama lagi!!!!”,  kalau beliau sekarang sudah Professor…berarti kejadian ini sudah berlangsung bertahun-tahun silam, tak adakah niat baik untuk memperbaikinya???? atau semacam balas dendam mungkin..